Sabtu, Maret 15

GURU BISNIS BUKU PELAJARAN DI SEKOLAH

GURU BISNIS BUKU PELAJARAN DI SEKOLAH

Dalam Dekade terakhir ini bisnis buku pelajaran semakin marak di sekolah-sekolah baik sekolah negeri maupun sekolah swasta.
Para guru mata pelajaran maupun guru yang ditunjuk oleh Kepala Sekolah sebagai penanggungjawab bisnis buku mata pelajaran tersebut, begitu sibuk mengurusi bisnis buku tersebut. Dapat dibayangkan begitu banyak waktu jam efektif terbuang untuk mengurusi bisnis buku tersebut, sehingga tugas pokok guru melaksanakan proses pembelajaran di kelas menjadi terganggu. Hal tersebut yang menjadi salah satu factor penyebab terhambatnya upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

Peran Penerbit Buku-buku pelajaran juga menjadi factor pemicu terjadinya transaksi bisnis buku di sekolah.
Betapa tidak, para Penerbit Buku hunting ke sekolah-sekolah dengan menawarkan buku-buku mata pelajaran , LKS terbitan baru sesuai dengan Kurikulum yang berlaku, lengkap dengan Program Semester, Sylabus, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar , Rencana Program Pembelajaran, dll.
Bahkan para Kepala Sekolah diundang ke Hotel atau Restoran mewah gratis, sementara para Penerbit Buku mempromosikan buku-buku mata pelajaran dengan bonus / potongan harga sampai dengan 40 % tiap buku.
Bukan itu saja jenis bonus yang ditawarkan oleh para Penerbit, antara lain Lap Top LCD Proyector, AC ruangan, Tour Gratis ke luar kota / luar pulau bagi Guru-guru dan keluarga secara gratis, dll. Juga ada sekolah yang sudah menjalin ikatan / MoU dengan salah satu Penerbit untuk menggunakan buku-buku terbitannya selama jangka waktu tertentu.

Penawaran dari para Penerbit yang sangat menggiurkan tersebut ternyata termakan oleh para Kepala Sekolah. Dengan dalih untuk menambah/meningkatkan kesejahteraan para guru dan Karyawan di sekolah.
Alasan tersebut nampaknya sangat rational, namun yang terjadi ada unsure paksaan dari sekolah bahwa para siswa wajib membeli buku-buku pelajaran di sekolah dengan harga yang telah ditetapkan sekolah, bahkan terkadang harga buku di sekolah lebih mahal dari harga di toko buku. Kebijakan sekolah tersebut jelas menjadi beban sangat memberatkan para orang tua/wali siswa, kendati pembelian buku di sekolah boleh diangsur sampai dengan satu semester / satu tahun pelajaran.

Larangan sekolah atau para guru untuk berbisnis buku di sekolah sebenarnya telah dituangkan dalam Permendiknas Nomor 11 tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran, dan bahkan diatur juga tentang larangan penjualan buku kepada peserta didik. Sebagai revisi dari Permendiknas tersebut telah dituangkan dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tentang Reformasi Perbukuan.
Seharusnya aparat Dinas Pendidikan baik di tingkat Pusat, Provinsi, Kota dan Kabupaten komitmen dan konsisten dengan Permendiknas tersebut, karena dalam realitanya buku-buku terbitan para Penerbit yang beredar di sekolah-sekolah telah mendapat rekomendasi dari aparat Dinas Pendidikan.-

Seyogyanya anggaran pendidikan dialokasikan untuk pengadaan buku-buku teks, LKS, buku-buku perpustakaan, dll yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka ,atau Penerbit lainnya yang resmi telah ditetapkan oleh Depdiknas, dan didistribusikan kepada para siswa di sekolah-sekolah negeri dan swasta secara gratis, sehingga tidak terjadi praktek bisnis buku oleh guru-guru di sekolah, dan para guru sekolah konsentrasi dalam proses pembelajaran, dan upaya peningkatan mutu pendidikan dapat direalisasikan.

Salam luar biasa T.Koernianto,Drs,M.Si
E mail :
t_koernianto@yahoo.com Blog. http://t_koernianto.blogspot.com

Tidak ada komentar: