“ KEGAGALAN BUKANLAH MUSUH KEBERHASILAN, BERHENTI MENCOBA ADALAH MUSUH DARI SEMUA KEBERHASILAN.”
Sampai dengan saat ini pelaksanaan Ujian Nasional bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah SMP dan SMA/SMK masih terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bahkan sebagian besar masyarakat menolak diselenggarakannya Ujian Nasional , karena nampaknya seolah-olah hasil Ujian Nasional dijadikan satu-satunya penentu kelulusan para peserta didik pada satuan pendidikan.
Dalam PP Nomor :19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah : 1. menyelesaikan seluruh program pembelajaran. 2. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewaganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan. 3. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. lulus Ujian Nasional.
Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan antara lain untuk pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan.
|
|
Untuk menentukan kelulusan peserta didik pada satuan pendidikan, sebenarnya cukup berdasarkan kriteria kelulusan pada butir 1, 2 dan 3 sebagaimana tersebut diatas, karena sudah mencakup lima kelompok mata pelajaran, sementara itu Ujian Nasional yang diambil dari mata pelajaran tertentu pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi hasilnya untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional serta untuk pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor :34 tahun 2007 tentang Ujian Nasional tahun pelajaran 2007/2008 dan POS Ujian Nasional tahun pelajaran 2007/2008 mata pelajaran Ujian Nasional terdiri dari :
a. SMP dan MTs : Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA, b. SMAdan MA Program IPA, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi. c. SMA dan MA Program IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi dan Geografi.
Ditetapkan juga kriteria kelulusan Ujian Nasional yaitu : memiliki nilai rata-rata 5,25 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai kurang dari 4,25
Kriteria kelulusan Ujian Nasional tersebut dari tahun ketahun pelajaran berikutnya terus dinaikkan. Namun realita dilapangan menunjukkan bahwa semenjak kebijakan Ujian Nasional digulirkan oleh Menteri Pendidikan Nasional, yang sebelumnya disebut EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kendati ketatnya pelaksanaan Ujian Nasional sebagaimana kebijakan yang dituangkan dalam POS (Prosedur Operasi Standar ) Ujian Nasional, disana sini terjadi penyimpangan-penyimpangan, baik di tingkat Pusat, di tingkat Provinsi, di tingkat Kota/Kabupaten,di tingkat Sub Rayon dan di tingkat Sekolah Penyelenggara. Tim Pemantau Independen (TPI) tidak berdaya secara optimal , terlalu longgar dalam melaksanakan kepengawasan/pemantauan, Pengawas Dinas belum melaksanakan fungsi kepengawasan secara optimal. Pengawas Ruang Ujian yang longgar, ada kolusi main mata diantara sesama anggota Sekolah Penyelenggara dalam satu Sub Rayon. Adanya Tim Sukses dari sekolah yang ditunjuk sebagai Ketua Sub Rayon maupun Sekolah Penyelenggara , Tim Sukses yang memberikan kunci jawaban Ujian Nasioanl secara diam-diam kepada para peserta pada saat Ujian berlangsung. Ketimpangan dan ketidakjujuran pelaksanaan Ujian Nasional telah terjadi dimana-mana. Saya yakin bahwa aparat Dinas Pendidikan telah mengendus permasalahan ini, namun apa daya sehingga yang terjadi nampaknya dibiarkan begitu saja, dengan alasan tidak memiliki bukti physik yang otentik.
Begitu kebijakan Ujian Nasional diterbitkan, target-target hasil kelulusan Ujian Nasional mulai digulirkan mulai dari tingkat Pusat misalnya=95 %, Provinsi=96 %, Kota/Kabupaten = 97 %bahkan Sekolah Penyelenggara.98 s/d 100%. Target-target hasil kelulusan UN inilah yang menjadi mala petaka kecurangan-kecurangan , ketidakjujuran pelaksanaan Ujian Nasional.
Sebelum pelaksanaan Ujian Nasional diadakan Try out / Uji Coba mata pelajaran Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh Sekolah Penyelenggara, Sub Rayon, Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan Lembaga-lembaga Bimbingan Belajar. Hasil Try out secara kumulatif sejujur-jujurnya ternyata tidak mencapai atau di bawah 50 %. Bagaimana dengan target-target yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut di atas? Mulailah ada kebijakan rekayasa politik.Hasil Ujian Nasional yang kurang dari 50 % kemudian dikonversi direkayasa agar mencapai target-target yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut di atas.
Proses pembodohan kepada peserta didik telah terjadi , peserta didik menjadi malas belajar, tidak kreatif, mengharapkan datangnya guru sebagai juruselamat yang datang ke ruang-ruang Ujian untuk memberikan Kunci Jawaban. Program Bimbingan Belajar yang dilaksanakan sebelum Ujian tidak ada gunanya sama sekali. memang yang terjadi setelah Pengumuman Kelulusan , ada peserta didik yang semula tidak lulus Try Out, tenyata dalam Ujian Nasional Lulus mutlak nilai seluruh mata pelajaran Ujian Nasional 10, 10, 10. Saya yakin bahwa sebenarnya hasil Ujian Nasional tidak jauh berbeda dengan Try Out
Kenapa hasil Ujian Nasional harus dikonversi direkayasa, apakah kita malu dengan negara-negara tetangga bahwa sebenarnya kualitas SDM kita berada dibawah Malaysia dan Brunei Darussalam, bahkan dibawah Vietnam dan Camboja. Kita malu dikatakan bahwa mutu pendidikan kita secara nasional memang rendah. Benar juga yang dikatakan pakar pendidikan dari Malaysia bahwa sistem pendidikan kita telah terkontaminasi politik.
Oleh karenanya saya cenderung bahwa hasil Ujian Nasional tidak dijadikan sebagai kriteria kelulusan, tetapi dijadikan sebagai alat ukur penilaian secara nasional dan pemetaan mutu pendidikan pada satuan pendidikan secara nasional.